Monday, March 6, 2017

Our Nightmare: Part 4 "The End of Us"

Belum, drama kami belum usai.
Jika pada sebelum-sebelumnya, aku terlihat seperti keledai yang 'aduh kar kenapa bloon banget sih, masih aja lo sama dia yg jelas-jelas ga jelas gitu, mau sampe kapan dibohongin?'. Ya, aku sadar, dan sangat sadar bahwa aku masih ditipu. Dan aku menerimanya. Tidak ada teori atau ilmuwan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang dapat tetap menerima kesalahan pasangannya walaupun sudah jelas-jelas dikhianati. Itu semua tidak ada di buku manapun. Bahkan, janjinya untuk tetap mengusahakan aku seakan hanya omong kosong untuk menenangkanku. Tapi tenang, aku bukan tipikal wanita yang terima mentah-mentah akan perlakuannya. Aku memang memaafkan, tetapi jika perasaanku masih dibuat mainan, aku tidak akan terima. Aku sudah memperingatinya untuk berhati-hati. Kami bisa terus berjalan hanya karena aku sengaja untuk tidak mau tau apa yang ia lakukan di belakang.
Sisa-sisa Desember kujalani dengan masa bodoh. Aku tetap menemuinya, sesekali. Tapi yang sudah kubilang, hubungan kami rasanya tak lagi sama. Aku juga mencoba untuk tidak mengambil pusing, aku lebih memilih mengisi kegamanganku dengan mengerjakan tugas akhir, atau sesuatu yang lebih bernilai. Oh, ya! Aku secara iseng meng-apply magang di salah satu perusahaan konsultan yang cukup ternama di Jakarta. Tawaran itu aku dapat dari broadcast di grup himpunan jurusanku. Untuk mengisi waktu luang, pikirku. Daripada aku harus bergalau galau ria meratapi nasib bak remaja, mending aku mengisi waktu dengan yang lebih bermanfaat. Dapat pengalaman, dapat teman, dapat uang pula. Namun, hal ini tidak aku beritahu terlebih dahulu ke Rio. Nanti saja, kalau aku diterima, pikirku.
Dan secara mengejutkan, aku diterima dan harus mulai bekerja Januari nanti, tepatnya pada tanggal 2. Sanggup tidak sanggup, aku harus menjalaninya mengingat hal ini adalah murni keinginanku, selain untuk pengalaman, untuk melupakan Rio tentu saja. Namun seperti janjiku, aku akan memberitahu nya apabila aku diterima. Kupikir ia akan marah atau tidak suka, karena sebelum ini pun ketika aku disibukkan dengan tugas akhir, ia seringkali mengomentari kesibukanku.
Tapi ternyata...
"Bagus dong!" serunya
"Bagus?" tanyaku
"Iya, berarti kamu udah makin dewasa. Aku dukung kok!" katanya, lagi.
Aku bingung setengah mati. Ini orang maunya apa, sih. Atau jangan-jangan, ia benar-benar akan menjauhiku makannya ia senang aku memiliki kesibukan? Ah, peduli setan. Yang penting aku bisa bekerja dengan tenang.
"Kamu ga marah?" tanyaku
"Kenapa harus marah?"
"Karna aku makin gaada waktu buat kamu,"
"Seenggaknya sibuknya kamu yang kayak gini ada hasilnya, kan?"
Aku makin tidak bisa membaca arah berpikirnya.
"Maaf, aku apply itu juga iseng, supaya aku ada kerjaan jadi ga terus-terusan mikirin kamu," aku memberi pengakuan.
"Iya gapapa Sekar, aku juga gapapa kok,"

Akhir Desember, aku lupa tanggal berapa yang jelas sudah mendekati tahun baru.
"Kamu ada acara apa?" tanya Rio di messenger
"Ga ada apa-apa, kenapa?" aku kembali bertanya
"Temenin aku yuk, bang Fajar ngajakin futsal di Tebet, di deket Balai Sudirman,"
"Jam berapa?"
"Maghrib nih, yuk ikut,"
Tumben, kataku. Namun pada akhirnya ku iyakan saja karena aku juga tidak punya agenda apa-apa hari itu. Lumayan, jalan-jalan, pikirku.
Semua berjalan seperti biasa, seperti kami yang seharusnya (lagi-lagi). Aku menunggunya futsal seperti biasa, tak apa-apa, kataku, karena aku selalu senang melihatnya bermain.
"Aduh aku harus ngurangin berat badan nih, engap banget,"
Aku cuma tertawa kecil.
"Bahagia banget apa ya kamu, naik ya berat badannya?"
"Ga tau nih kayaknya iya deh naik," katanya "Kita kemana nih?" sambungnya
"Terserah, aku sih laper,"
"Tadi papa ngajakin ke hotel sebenernya, aku bilang ada futsal, terus disuruh nyusul. Gimana kalo kita kesana? Ada mama sama anak-anak juga,"
Aku melihat bajuku. Setelanku hari ini cuma celana jeans, kemeja yang tidak terlalu formal, sneakers, dan tas selempang. Yang kayak gini diajak makan di hotel?
"Gapapa, emang?" tanyaku
"Ya gapapa lah. Ayo,"
Akhirnya aku menurut saja, toh aku juga tidak bisa menolak.

Kami tiba di hotel Millenium 45 menit setelahnya. Kami langsung bertemu dengan papanya Rio. Ada mamanya, dan adik-adiknya juga. Kami berdua langsung diseret ke restoran buffet di lantai dasar. Untungnya, saat itu, tidak ada yang makan selain kami, sebenarnya aku malu sekali, huhu.
"Makan yang banyak, Sekar," kata mamanya Rio
Aku cuma senyum malu-malu.
Setelah makan, kami cuma ngobrol-ngobrol ringan. Sampai entah gara-gara apa, aku memegang handphone-nya Rio. Pada saat itu, aku beranikan diri untuk membuka SMSnya. Banyak histori pesan, namun ada satu yang membuat desiran darahku semakin cepat. Ya, aku membuka histori pesan Rio dan perempuan itu, x. Ini kali pertama aku melihat percakapan mereka. Sumpah demi Tuhan, menjijikan sekali isinya. Isi percakapannya sudah hampir menyamaiku, padahal statusku adalah pacar 14 bulan sedangkan perempuan itu bukan. Bahkan, Rio terlihat jauh lebih menarik perempuan itu dibanding ia menarikku. Ingat ketika ia sakit? Ternyata bukan hanya mengemis padaku, Rio juga mengemis pada perempuan itu. Dan lagi, ketika perempuan itu hendak pulang kerumahnya (ehem dia orang daerah guys), Rio mengajaknya bertemu terlebih dahulu, istilahnya, kencan. Gila! Kupikir: Ini siapa yang selingkuhan? Lagi, ketika waktu itu aku bercerita ke Mama Rio tentang perselingkuhan ini, ternyata mereka berdua membicarakan aku, ke arah yang negatif. Parahnya lagi, Rio bilang sendiri ke perempuan itu, bahwa ia sudah tidak bisa bersama denganku lagi dan menjanjikan yang tidak-tidak ke perempuan itu. Orang gila! Benar-benar gila mereka berdua! Orang tersinting seumur-umur aku hidup, pikirku. Aku menaik-turunkan layar handphone dengan gemas. Alisku mengernyit tak percaya. Rio disampingku hanya bisa pasrah dan bergumam kecil 'Itu udah lama...,' karena takut didengar mamanya. Kalau bukan karena aku sedang di hotel bersama keluarganya, sudah kubanting handphone itu.
Lagi dan lagi, keadaan kami berdua kacau karena aku memilih untuk memergokinya, dan pada kenyataannya, Rio memang belum berubah.
Dan apa? Ia cuma bisa minta maaf. Apa yang dapat diperbaiki dari seonggok maaf? Luka mana yang sembuh seketika dengan maaf tanpa ada usaha untuk memperbaiki?
Namun, aku tetap tersenyum seraya berkata, "Gapapa...," hanya untuk menyelamatkan tabiatnya didepan keluarganya.

Minggu, 1 Januari 2017
Kukirimkan pesan singkat untuk Rio. Ya, aku memutuskan hubungan secara sepihak karena aku sudah benar-benar tidak terima lagi dibohongi seperti ini. Pada tanggal 19 Desember lalu sudah kuperingatkan, apabila ia masih macam-macam, aku tidak segan-segan meninggalkannya. Dan apa yang aku lihat kemarin itu adalah selepas tanggal 19. Ia tidak menepati janjinya untuk mengusahakan aku, malah lebih buruk dari itu, ia menarik-narik perempuan itu. Dan aku menepati janjiku. Aku adalah seseorang yang memiliki prinsip, dan tidak ada seorangpun yang dapat mengubahnya. Aku memilih untuk memutuskannya via sms, karena aku cukup yakin ia akan dengan panjang lebar memohon untuk tidak putus denganku, dan aku sangat lemah akan itu. Apalagi kalau melihat matanya.
Sudah kubilang, ia tidak akan setuju untuk berpisah denganku. Harus bagaimana lagi aku? Sudah diputuskan sepihak saja ia masih tidak bisa terima, tetapi ia juga belum mampu meyakinkanku. Hhh.
"Bullshit" kataku, seraya menarik selimut. Tidak ada waktu bagiku untuk menggubrisnya, karena besok aku harus berangkat pagi-pagi sekali untuk kerja hari pertamaku. And I actually can't wait for that.
to be continued.
Share:

0 comments:

Post a Comment